#SEKILAS CANTI#4

“Sampai Nggak sanggup lagi”, itulah kalimat yang terucap dari mulut Rustaja, seorang lansia dari Dusun BelajungDesa Canti Keca matan Rajabasa. Diusia yang sudah tergolong senja, pria yang lahir 73 tahun lalu masih terlihat gagah saat mengayunkan cangkulnya di kebun yang ia kelola. Baginya dengan berkebun masa tuanya menjadi menyenangkan. Waktunya dihabiskan dengan mengelola kebun yan dititipkan kepadanya untuk dikelola. Rustaja dan istrinya dikaruniai 6 orang anak, 2 diantaranya adalah penyandang disabilitas dengan hambatan mobilitas dan komunikasi.
“Anak saya 6, Runti,Manto,Toyimah,Tamri sama Casirun. Tamri sama Casirun ya begitulah anaknya, istilahnya orang bilang cacat” ucapnya.
Perjalanan Ke Kebun: Langkah Yang Tak Pernah Surut
Kebun Rustaja berjarak sekitar 3 KM dari rumahnya, dengan medan menanjak yang menjadi licin setelah hujan. Namun, Rustaja sudah terbiasa menempuh perjalanan itu dengan berjalan kaki.
“Hampir tiap malem minep di sini sama si Casirun, kalo Jum’at turun buat Jumatan, nanti habis Jumatan naik lagi kesini (ke kebunnya)” ucap Rustaja.
Senja yang Penuh Makna
Rustaja merupakan salah satu penerima manfaat dari Program SPRINT melalui kegiatan pengelolaan sampah yang terintegrasi dengan pertanian organik dan budidaya lebah Trigona.
“Ikut kegiatan kumpul-kumpul Paluma udah mungkin empat bulanan, belajar madu sama pupuk organik”. Jelasnya.
Sebelumnya Rustaja terbiasa menggunakan pupuk kimia yang ia beli dari toko untuk tanaman Cabainya. Keterlibatan dalam program membuat Rustaja menghentikan penggunaan pupuk kimia dalam aktifitas berkebunnya.
“Dulu sebelum gabung, nandur cabe pupuknya dapet beli dari toko, tapi udah gabung (dengan program) saya cuman istilahnya modal tenaga, pupuk ngga beli lagi soalnya bisa bikin sendiri” ucap Rustaja.
Menemukan Ilmu Di Tanah Yang Dicintai
Program juga memfasilitasi sarang lebah trigona untuk Rustaja.
“Madu udah mau dua kali panen, kurang lebih setengah liter. Panen pertama saya bagi ke Ujang sama keponakan dari Palas buat obat” kenang Rustaja.
Rustaja mengaku pengetahuan tentang budidaya lebah Trigona merupakan pengetahuan baru dan memberi warna kehidupannya berkebun.
“Itu dari SPRINT saya suka dapet ilmunya dari pada makanan saya mending ilmunya” ucapnya sambil tertawa.
Berkebun merupakan kegiatan yang memberi energi baginya. Dengan berkebun Rustaja bisa menjalani kehidupan masa tuanya dengan bahagia.
“Ada yang bilang ke saya, sudah pak nggak usah kerja. Saya kalau nggak kerja jenuh lah jujur aja” ucap Rustaja.
Kebun seperti rumah kedua bagi Rustaja. Bagi Rustaja, hidup adalah tentang terus bergerak, terus belajar dan tetap.
bermanfaat. Kini, kebunnya bukan sekadar tempat mencari nafkah, tapi juga ruang untuk tumbuh bersama pengalaman baru. Ia tak lagi bergantung pada pupuk kimia, ia belajar membuat sendiri. Ia tak hanya mengenal tanah, tapi juga memahami lebah-lebah kecil yang memberinya madu. Di usianya yang tak lagi muda, Rustaja tetap memilih menjalani hari dengan semangat, bukan karena terpaksa, tapi karena di sanalah ia menemukan kebahagiaan.
Di tanah yang ia rawat dengan sepenuh hati, Rustaja tak hanya menanam cabai, tetapi juga harapan. Dan di setiap langkahnya yang menanjak menuju kebun, ia tak hanya membawa cangkul, tetapi juga semangat untuk terus menjalani hidup dengan penuh makna.

This story tells about Rustaja, a 73 year old man from Belajung Hamlet, who remains passionate about life through farming. Despite his old age, Rustaja actively manages a garden owned by others and cares for his two children with disabilities. He is also involved in the SPRINT Program, where he learns about organic farming and Trigona bee cultivation. Through this program, he stopped using chemical fertilizers and started making his own organic fertilizer.
Rustaja also successfully harvested honey from his Trigona bees. For Rustaja, farming is not just a livelihood but also a way to find happiness and meaning in his old age.
Lessons from the Story:
- Perseverance and Enthusiasm for Life
- The Importance of Learning New Things
- Happiness in Simplicity