SEKILAS CANTI #2

“Even the smallest thread of hope, when woven with determination, can create a tapestry of change”

Zuriah Rusli warga Desa Canti, yang akrab dipanggil Kak Zur. Perempuan kepala keluarga dan penyandang disabilitas dengan hambatan kesulitan berjalan jauh. Sebelum suaminya meninggal dunia merupakan seorang ibu rumah tangga aktif mengikuti kegiatan di desa. Namun setelah suaminya meninggal dunia, ia lebih banyak menghabiskan waktu di rumah mengurus urusan domestik seperti memasak, bersih -bersih rumah dan bercocok tanam di pekarangan rumahnya. Hadirnya program SPRINT di Desa Canti memberi kebermanfaatan bagi Kak Zur.

Berawal dari mengikuti kegiatan pelatihan sulam tapis, semangat kak Zur mulai bangkit kembali. Ia mengikuti pelatihan yang diadakan oleh program SPRINT selama lima hari dengan semangat. Sebelumnya Kak Zur sudah terbiasa menyulam menggunakan Ram.Dulu sebelum ikut pelatihan sulam tapis, saya sudah terbiasa menyulam menggunakan ram, hasilnya untuk keperluan sendiri, tidak dijual” kenangnya.

Selama pelatihan, Kak Zur belajar teknik menyulam tapis. Dalam waktu lima hari, ia berhasil membuat tiga baris sulaman yang rapi. Setelah pelatihan selesai, ia membawa bahan sulamannya pulang dan melanjutkan pengerjaan di rumah.

Keinginan Kuat Mengalahkan Keterbatasan

Pelatihan sulam tapis seolah menyalakan kembali semangatnya yang telah meredup setelah kepergian suaminya. Ia sangat menyukai kegiatan menyulam tapis. Di rumahnya ia selalu mengasah keterampilan yang didapatkannya di pelatihan.

“Kain yang saya punya Cuma 1 lembar. Jadi kalau sudah jadi saya bongkar lagi untuk berlatih lagi. Kalau jadi, saya bongkar lagi dan berlatih lagi”, Kak Zur menjelaskan perjuangannya berlatih menyulam.

Kak Zur rela membongkar kembali sulaman yang telah selesai dikerjakannya dan hanya menyisakan tiga baris sebagai patokan untuk kemudian disulamnya kembali sampai selesai.

Hal tersebut dilakukannya lantaran ia kesulitan mendapatkan bahan untuk menyulam tapis. Kak Zur sudah membongkar dan menyulam kembali lebih dari 10 kali. Selain karena keterbatasan bahan, hal tersebut juga dilakukan demi mengasah keterampilannya

dalam membuat sulam tapis.

Mulai Menata Aktivitas

Kak Zur mulai mengatur ulang rutinitasnya. Ia mengurangi waktu menonton televisi dan menggantinya dengan menyulam setelah menyelesaikan pekerjaan rumah.

“Ngga capek Nek?”, suatu saat cucunya bertanya

“Tenang aja, capeknya belakangan”, Kak Zurmenjawab sambil tertawa.

Melihat semangat dan dedikasi Kak Zur, program SPRINT memberikan bahan tambahan untuk menyulam tapis dengan harapan hasil karyanya bisa dijual. Dukungan ini membuatnya semakin giat. Ia bahkan mulai aktif kembali mengikuti kegiatan di tingkat desa, sesuatu yang jarang ia lakukan sejak suaminya meninggal dunia.

Rencananya, kalo udah makin terampil, saya mau jual hasil sulamannya melalui kelompok OPDIS (organisasi penyandang disabilitas) di desaKak Zur dengan semangat

Program SPRINT membuat Kak Zur kembali bersemangat beraktivitas di luar rumah.

Saya senang bisa terlibat di program ini. Seneng bisa ketemu teman-teman. Kalau di rumah, paling ketemunya sama tukang sayur yang biasa beli sayuran saya, ujarnya dengan penuh syukur.

Menyulam Kembali Semangat Yang Terurai

Kak Zur kini bukan hanya seorang ibu dan nenek yang tangguh, tetapi juga sosok inspiratif yang membuktikan bahwa keterbatasan bukanlah halangan untuk berkembang. Program SPRINT tidak hanya memberinya keterampilan baru, tetapi juga membuka jalan bagi perubahan besar dalam hidupnya. Dengan semangatnya yang terus menyala, Kak Zur menjadi simbol harapan dan tekad bagi komunitasnya.

Keluarga Kak Zur juga merasakan perubahan dari diri Kak Zur. Mereka bahagia melihat Kak Zur kembali aktif dan bersemangat berkegiatan seperti dulu. Kegiatan sulam tapis juga bisa menyulam kembali semangatnya yang telah terurai.

This story highlights the journey of Zuriah Rusli, or Kak Zur, a disabled female head of household from Canti Village. After her husband’s death, she spent her days on household chores until the SPRINT Program introduced tapis embroidery training. This reignited her passion for embroidery, teaching her new techniques despite limited resources. Kak Zur practiced diligently, even unraveling her work to perfect it. Her dedication transformed her routine, reducing her TV time and replacing it with embroidery. With support from SPRINT, including materials, she plans to sell her work through OPDIS, her village’s disability organization.

Lessons from the Story:

  1. Determination overcomes limitations. Kak Zur’s perseverance led to remarkable results despite challenges.
  2. Community support reignites passion. SPRINT helped Kak Zur rediscover her skills and social life.
  3. It’s never too late to start anew. Kak Zur embraced change and growth through learning.
  4. New skills can create income and pride. Embroidery became both a passion and a potential source of income.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *