CERITA CANTI#5

Rohayati telah menjejakkan hidupnya di Desa Canti sejak tahun 2020, meninggalkan masa kecilnya di Desa Tejang, Pulau Sebesi. Bak pasir yang setia pada pantai, begitulah gambaran Bu Yati yang seolah kehidupannya tak bisa terpisah dari pesisir pantai.
“Saya pindah ke Canti ini sudah dari tahun 2020” ucap Roayati.
Hidupnya yang tak bisa jauh dari pantai membuat Bu Yati sudah tak asing lagi dengan bencana. Tahun 2018 menjadi tahun yang tidak akan dilupakan oleh Bu Yati. Di tahun tersebut Desa Tejang Pulau Sebesi terkena tsunami akibat longsoran Gunung Anak Krakatau. Rumah Bu Yati berjarak ½ KM dari bibir pantai, jarak yang terbilang aman dari jangkauan tsunami. Namun karena baru pertama kali menghadapi tsunami, rasa panik tak bisa ia hindari.
“Malam itu baru selesai bikin bolu, eh ada tetangga teriak teriak ada tsunami, ada tsunami gitu. Saya langsung panik karena malam itu suami ngga dirumah lagi mancing” ucap Bu Yati.
SPRINT: Jalan Menuju Ketangguhan
Program SPRINT hadir di Desa Canti yang salah satu kegiatannya adalah Pengurangan Resiko Bencana. Bu Yati merupakan penerima manfaat dalam Program tersebut.
“Dulu yang pertama ikut Program ini Suami saya, tapi karena suami harus bekerja, jadi saya yang gantiin” ucap Bu Yati.
Dalam Program SPRINT, Bu Yati belajar mengenai prosedur keselamatan diri dari bencana. Suatu hari Program SPRINT akan mengadakan simulasi masal di Desa Canti dan Bu Yati terlibat dalam kegiatan tersebut. Dalam kegiatan tersebut Bu Yati bertugas memainkan peran sebagai Orang Dalam Gangguan Jiwa (ODGJ).
Pada saat ia diminta memerankan ODGJ, awalnya ia menolak karena malu, namun karena bujukan teman-temannya, ia pun akhirnya menerimanya.
“Jadi ODGJ karena ditunjuk sama orang lain karena mungkin liat saya sering becandaan sama temen” ucap Bu Yati.
Bu Yati menjalankan tugasnya dengan sangat baik, aktingnya sangat menjiwai.
“Pas simulasi ceritanya saya mau dibawa ke tempat evakuasi, tapi saya ngga mau terus akhirnya ditarik tarik sama yang evakuasi” ucap Bu Yati sambil tertawa.
Bu yati tidak menyangka bahwa ia bisa memainkan peran tersebut.
“Ya mudah-mudahan yang saya lakukan kemarin itu ada manfaatnya buat orang-orang, mereka jadi lebih peduli soal bencana” ucap Bu Yati.
Transfer Pengetahuan: Dari Diri Sendiri ke Keluarga
Bu Yati menyadari bahwa untuk bisa mengurangi resiko bencana berarti harus meningkatkan ketangguhan dalam menghadapi bencana. Ketangguhan dalam menghadapi bencana hanya bisa didapatkan jika didapatkan jika pengetahuan yang dimiliki semakin meningkat. Setiap kali selesai mengikuti pertemuan yang diadakan oleh Program SPRINT, Bu Yati selalu mentransfer pengetahuan yang didapatkan kepada keluarganya.
“Saya kalo abis ikut kumpul kegiatan, saya selalu ceritain ke keluarga tadi belajar apa gitu, kayak pas belajar 3B BBMK gitu. Kan kalo misal suami sama anak-anak ngerti jadi lebih baik, jadi kalo pas saya lagi nggak dirumah mereka udah ngerti apa yang harus dilakuin kalo gempa” ucap Bu Yati.
Bencana mungkin tak bisa dicegah, tapi kepanikan bisa dikendalikan dengan pengetahuan. Bu Yati yang dulu hanya mengikuti, kini menjadi penggerak di rumahnya sendiri. Dari pantai ke pantai, dari cerita ke cerita, ia menanamkan kesiapan. Karena dalam menghadapi alam, tak ada yang lebih kuat dari mereka yang saling menjaga Melalui Program SPRINT, Bu Yati telah bisa mengubah kepanikan menjadi ketangguhan.
Rohayati, had a traumatic experience during the tsunami in 2018. Although her house was safe from the tsunami, the panic she felt left a lasting impression. Through the SPRINT Program, Bu Yati learned about disaster risk reduction and actively participated in disaster simulations, even successfully playing the role of a Person with Mental Health Disorders (ODGJ). She not only strengthens her own resilience but also transfers her knowledge to her family.
Lesson From This Story:
Disasters cannot be avoided, but panic can be managed through knowledge and preparation. Resilience in facing disasters is built through a solid understanding of safety measures. Additionally, sharing knowledge with loved ones, such as family, can strengthen the overall resilience of the community.