SEKILAS CANTI #1

Halimah, seorang perempuan berusia 66 tahun dari Desa Canti. Dia telah lama akrab dengan aroma kue yang keluar dari dapurnya. Tangannya terampil mencetak adonan kue kering untuk sajian lebaran. Tapi selama ini hanya sebatas konsumsi keluarga. Tidak terbersit dalam benaknya bahwa keterampilannya bisa lebih dari sekadar tradisi.

Namun, semua berubah ketika Program SPRINT hadir di desanya. Perlahan, wawasan Halimah terbuka. Dari yang hanya membuat kue untuk keluarga, ia mulai belajar cara mengubahnya menjadi peluang usaha.

Ketika Pisang Menjadi Tepung

Seumur hidupnya, pisang hanya dikenal sebagai buah yang bisa digoreng atau dijual ke pasar. Namun, suatu hari, Halimah mendapat kejutan. Program SPRINT membawa sesuatu yang tak biasa.

“Ya Allah, kok bisa pisang dibikin tepung?” batinnya heran.

Rasa ingin tahu membawanya ke sebuah pelatihan di Vila Munca. Ia belajar membuat Kue Semprong berbahan tepung pisang. Dari sana, Halimah mulai mencoba sendiri di rumah. Pisang-pisang sisa yang jatuh dari kebun tak lagi terbuang. Ia mengupasnya, memarut, menjemur, lalu menggilingnya hingga menjadi tepung. Dari satu sisir pisang, ia mendapatkan sekitar 250 gram tepung.

Dari Ujicoba Menuju Pasar

Ketika Semprong pertamanya jadi, Halimah membagikannya kepada teman-teman.

“Enak,” kata mereka. Umpan balik positif itu memberi semangat baru. Kue semprongnya ia beri nama Imbang, lambang keseimbangan antara inovasi dan tradisi. Tak hanya berhenti di situ, Program SPRINT juga membantu Halimah dan kelompoknya dalam proses legalitas, mulai dari pembuatan Nomor Induk Berusaha (NIB) hingga sertifikasi halal.

Kini, semprong “Imbang” siap menapaki jalan menuju pasar yang lebih luas. Meski saat ini masih tahap uji coba, Halimah yakin bahwa suatu hari nanti, kue buatannya akan dikenal lebih banyak orang.

Menjawab Rasa Penasaran

Suatu hari, anaknya yang berusia 35 tahun bertanya,

“Mak, ngapain ngumpulin pisang-pisang itu?”

“Mau dibikin tepung,” jawab Halimah dengan senyum penuh makna.

Dulu, ia tak pernah membayangkan bahwa pisang yang biasa ia abaikan bisa menjadi bahan utama usahanya. Tapi kini, ia mengerti. Perubahan bisa datang dari mana saja, bahkan dari sesuatu yang tampak sederhana.

Halimah telah melangkah. Dari seorang pembuat kue untuk keluarga, menjadi perempuan yang melihat potensi di tepung pisang yang ia hasilkan. Dan perjalanan ini, baru saja dimulai

This story is about the transformation of Halimah, a woman from Desa Canti, who initially only baked cookies for her family but later discovered a business opportunity from an overlooked resource, bananas. With the help of the SPRINT Program, she learned how to turn bananas into flour and use it to make Semprong cookies. This journey highlights how gaining new knowledge and skills can change the way someone sees potential in their surroundings.

Lessons from This Story:

  1. Innovation Can Come from Simple Things – Something as ordinary as bananas can have greater value if processed in a new way.
  2. The Importance of Learning and Adapting – Halimah embraced new knowledge and transformed her habit into a business opportunity.
  3. Support and Collaboration Matter – With training and guidance from the SPRINT Program, Halimah was able to develop her business with confidence.
  4. Change Begins with Curiosity – What started as simple curiosity led Halimah to create something impactful.

Balancing Tradition and Innovation – By preserving her traditional baking skills while using innovative ingredients, Halimah proves that traditions can evolve without losing their essence.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *